Puasa Menurut Nu

Halo, selamat datang di menurutpikiran.site! Senang sekali bisa menemani kamu di bulan Ramadan ini. Kali ini, kita akan membahas topik yang seringkali menjadi pertanyaan, khususnya bagi warga Nahdliyin: bagaimana sih sebenarnya puasa menurut NU?

Di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi Islam terbesar yang memiliki jutaan pengikut. Tentunya, NU memiliki pandangan dan tuntunan tersendiri terkait ibadah puasa. Pandangan ini didasarkan pada Al-Quran, Hadis, Ijma’, dan Qiyas, serta mengacu pada pendapat para ulama salaf yang mu’tabar.

Nah, agar kamu lebih paham dan bisa menjalankan ibadah puasa dengan tenang dan sesuai dengan tuntunan NU, mari kita kupas tuntas puasa menurut NU dalam artikel ini. Kita akan membahas berbagai aspek penting, mulai dari syarat dan rukun puasa, hal-hal yang membatalkan puasa, hingga amalan-amalan sunnah yang dianjurkan selama bulan Ramadan. Yuk, simak terus!

Mengapa Memahami Puasa Menurut NU Itu Penting?

Memahami puasa menurut NU itu penting karena beberapa alasan:

Pertama, NU memiliki metode ijtihad sendiri dalam menentukan hukum-hukum Islam, termasuk hukum puasa. Dengan memahami pandangan NU, kita bisa menjalankan ibadah puasa dengan lebih mantap dan yakin.

Kedua, NU memiliki tradisi dan budaya Islam Nusantara yang khas. Tradisi ini seringkali mewarnai pelaksanaan ibadah puasa di kalangan Nahdliyin. Memahami tradisi ini bisa membantu kita menghargai keragaman budaya Islam di Indonesia.

Ketiga, NU memiliki banyak ulama dan kiai yang alim dan bijaksana. Dengan mengikuti tuntunan mereka, kita bisa mendapatkan bimbingan yang tepat dalam menjalankan ibadah puasa. Jadi, jangan ragu untuk bertanya kepada ulama NU jika kamu memiliki pertanyaan atau kebingungan terkait puasa.

Syarat dan Rukun Puasa Menurut NU: Fondasi yang Kokoh

Sama seperti rukun Islam lainnya, puasa juga memiliki syarat dan rukun yang wajib dipenuhi agar sah. Puasa menurut NU secara garis besar tidak berbeda dengan pendapat ulama lainnya mengenai syarat dan rukun puasa. Mari kita bahas satu per satu:

Syarat Wajib Puasa

Syarat wajib puasa adalah syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang agar diwajibkan berpuasa. Menurut NU, syarat wajib puasa ada empat:

  • Islam: Seorang Muslim wajib berpuasa.
  • Baligh: Telah mencapai usia dewasa (baligh).
  • Berakal: Tidak gila atau hilang akal.
  • Mampu: Mampu secara fisik untuk menjalankan puasa. Orang yang sakit parah atau sudah sangat tua dan lemah tidak wajib berpuasa, namun wajib menggantinya (qadha) jika memungkinkan atau membayar fidyah.

Rukun Puasa

Rukun puasa adalah hal-hal yang wajib dilakukan saat berpuasa dan jika salah satu rukun ini tidak terpenuhi, maka puasa tidak sah. Rukun puasa menurut NU ada dua:

  • Niat: Niat puasa wajib dilakukan setiap malam sebelum fajar menyingsing. Lafadz niat puasa Ramadan yang umum di kalangan NU adalah: "Nawaitu shauma ghodin ‘an adaa’i fardhi syahri Romadhona haadzihis sanati lillahi ta’ala." (Saya niat berpuasa esok hari untuk menunaikan kewajiban puasa bulan Ramadan tahun ini karena Allah Ta’ala). Niat juga boleh dilakukan dalam hati.
  • Menahan Diri: Menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar (shubuh) hingga terbenam matahari (maghrib). Hal-hal yang membatalkan puasa akan kita bahas lebih lanjut di bagian selanjutnya.

Hal-Hal yang Membatalkan Puasa Menurut NU: Jaga Kehati-hatian

Mengetahui hal-hal yang membatalkan puasa sangat penting agar ibadah puasa kita sah dan diterima oleh Allah SWT. Berikut adalah beberapa hal yang membatalkan puasa menurut NU:

Makan dan Minum dengan Sengaja

Makan dan minum dengan sengaja, meskipun hanya sedikit, akan membatalkan puasa. Termasuk dalam kategori ini adalah memasukkan sesuatu ke dalam rongga tubuh yang terbuka (mulut, hidung, telinga, dll.) dengan sengaja.

Muntah dengan Sengaja

Muntah dengan sengaja juga membatalkan puasa. Namun, jika muntah terjadi secara tidak sengaja (misalnya karena sakit), maka puasa tetap sah.

Haid dan Nifas

Haid (menstruasi) dan nifas (darah yang keluar setelah melahirkan) membatalkan puasa. Wanita yang sedang haid atau nifas wajib mengganti puasanya di kemudian hari.

Keluar Mani dengan Sengaja

Keluar mani dengan sengaja (misalnya karena onani atau hubungan suami istri) membatalkan puasa.

Gila atau Hilang Akal

Orang yang gila atau hilang akal (pingsan) sepanjang hari tidak sah puasanya.

Murtad

Murtad (keluar dari agama Islam) tentu saja membatalkan puasa.

Merokok dan Vaping

Puasa menurut NU, merokok dan vaping juga membatalkan puasa karena memasukkan zat ke dalam tubuh melalui mulut.

Amalan Sunnah di Bulan Ramadan Menurut NU: Raih Keberkahan

Selain menjalankan puasa wajib, NU juga menganjurkan berbagai amalan sunnah di bulan Ramadan untuk meraih keberkahan yang berlipat ganda. Berikut adalah beberapa amalan sunnah yang dianjurkan:

Shalat Tarawih dan Witir

Shalat Tarawih dan Witir adalah shalat sunnah yang dilakukan setelah shalat Isya’ selama bulan Ramadan. NU biasanya melaksanakan shalat Tarawih dengan 20 rakaat dan shalat Witir dengan 3 rakaat.

Tadarus Al-Quran

Membaca Al-Quran (Tadarus) adalah amalan yang sangat dianjurkan di bulan Ramadan. NU seringkali mengadakan kegiatan tadarus Al-Quran bersama-sama di masjid atau musholla.

Memberi Makan Orang yang Berpuasa (Ta’jil)

Memberi makan orang yang berpuasa (Ta’jil) adalah amalan yang sangat mulia. NU seringkali mengadakan kegiatan bagi-bagi ta’jil gratis kepada masyarakat, terutama di pinggir jalan atau di masjid.

I’tikaf

I’tikaf adalah berdiam diri di masjid dengan tujuan beribadah kepada Allah SWT. I’tikaf biasanya dilakukan pada 10 hari terakhir bulan Ramadan untuk mencari Lailatul Qadar.

Bersedekah

Bersedekah adalah amalan yang sangat dianjurkan di bulan Ramadan. Sedekah bisa berupa uang, makanan, pakaian, atau apapun yang bermanfaat bagi orang lain.

Tabel: Perbandingan Pendapat Ulama NU tentang Hal-Hal yang Sering Dipertanyakan Saat Puasa

Berikut adalah tabel perbandingan pendapat ulama NU tentang beberapa hal yang sering dipertanyakan saat puasa:

Pertanyaan Pendapat Ulama NU
Apakah berkumur membatalkan puasa? Tidak membatalkan, selama tidak ada air yang tertelan dengan sengaja.
Apakah menggosok gigi membatalkan puasa? Tidak membatalkan, selama tidak ada pasta gigi atau air yang tertelan dengan sengaja. Lebih baik dilakukan setelah sahur.
Apakah mencicipi makanan membatalkan puasa? Tidak membatalkan, selama tidak ada makanan yang tertelan dengan sengaja. Hanya diperbolehkan jika ada kebutuhan (misalnya saat memasak).
Apakah donor darah membatalkan puasa? Ada perbedaan pendapat. Sebagian ulama mengatakan tidak membatalkan, sebagian lain mengatakan makruh (tidak disukai). Sebaiknya dihindari jika tidak mendesak.
Apakah suntik membatalkan puasa? Ada perbedaan pendapat. Sebagian ulama mengatakan suntik yang tidak mengandung nutrisi tidak membatalkan puasa. Sebagian lain mengatakan tetap membatalkan. Sebaiknya dihindari suntik yang mengandung nutrisi saat berpuasa.
Apakah menggunakan inhaler (asma) membatalkan? Sebagian ulama berpendapat membatalkan puasa karena memasukkan zat ke dalam paru-paru. Sebagian lain berpendapat tidak membatalkan jika memang sangat dibutuhkan untuk kesehatan. Lebih baik konsultasikan dengan dokter dan ulama.
Apakah menggunakan obat tetes mata/telinga? Sebagian besar ulama berpendapat tidak membatalkan puasa, karena tidak masuk melalui saluran pencernaan.

Kesimpulan: Mari Jalankan Puasa dengan Penuh Keyakinan dan Semangat!

Semoga artikel ini memberikan pemahaman yang lebih baik tentang puasa menurut NU. Dengan memahami tuntunan NU, kita bisa menjalankan ibadah puasa dengan penuh keyakinan dan semangat, serta meraih keberkahan yang berlimpah di bulan Ramadan.

Jangan ragu untuk terus belajar dan bertanya kepada ulama atau kiai jika kamu memiliki pertanyaan atau kebingungan terkait puasa. Insya Allah, dengan ilmu dan amal yang baik, puasa kita akan diterima oleh Allah SWT.

Terima kasih sudah membaca artikel ini. Jangan lupa untuk terus mengunjungi menurutpikiran.site untuk mendapatkan informasi dan inspirasi menarik lainnya. Sampai jumpa di artikel berikutnya! Selamat menjalankan ibadah puasa!

FAQ: Pertanyaan Seputar Puasa Menurut NU

Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering diajukan tentang puasa menurut NU:

  1. Apakah niat puasa harus dilafadzkan? Menurut NU, niat puasa boleh dilafadzkan dan lebih utama, tetapi jika hanya niat dalam hati juga sah.
  2. Apakah boleh menggabungkan niat puasa Ramadan dengan puasa sunnah? Menurut NU, tidak boleh. Puasa Ramadan adalah puasa wajib yang harus diniatkan secara khusus.
  3. Apakah boleh tidur sepanjang hari saat puasa? Hukumnya makruh (tidak disukai). Sebaiknya gunakan waktu puasa untuk beribadah dan melakukan kegiatan yang bermanfaat.
  4. Bagaimana jika lupa makan atau minum saat puasa? Jika lupa, maka puasanya tetap sah. Namun, segera berhenti makan atau minum setelah ingat.
  5. Apakah boleh marah-marah saat puasa? Marah-marah tidak membatalkan puasa, tetapi dapat mengurangi pahala puasa. Sebaiknya tahan emosi dan bersabar.
  6. Apakah boleh berbohong saat puasa? Berbohong tidak membatalkan puasa, tetapi merupakan dosa besar dan dapat mengurangi pahala puasa.
  7. Apakah boleh menonton film atau mendengarkan musik saat puasa? Boleh, asalkan film atau musik tersebut tidak mengandung unsur yang haram (misalnya pornografi atau ajaran sesat).
  8. Apakah boleh pacaran saat puasa? Pacaran tidak membatalkan puasa, tetapi mendekati zina hukumnya haram. Sebaiknya hindari pacaran selama bulan Ramadan.
  9. Bagaimana jika tidak sengaja menelan air saat wudhu? Jika tidak sengaja, maka puasanya tetap sah.
  10. Bagaimana jika seseorang tidak kuat berpuasa karena sakit? Jika sakitnya parah dan tidak memungkinkan untuk berpuasa, maka boleh tidak berpuasa dan wajib menggantinya (qadha) di kemudian hari jika sudah sembuh. Jika tidak mampu mengganti, maka wajib membayar fidyah.
  11. Apa itu fidyah dan bagaimana cara membayarnya? Fidyah adalah tebusan bagi orang yang tidak mampu berpuasa karena alasan tertentu (misalnya sakit kronis atau sudah tua). Fidyah dibayarkan dengan memberikan makanan pokok (beras, gandum, dll.) kepada fakir miskin sebesar 1 mud (kira-kira 0,6 kg) untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.
  12. Apakah boleh menunda-nunda qadha puasa? Sebaiknya qadha puasa segera dilakukan setelah bulan Ramadan selesai. Menunda-nunda qadha puasa hukumnya makruh.
  13. Apakah boleh berpuasa qadha di hari-hari tasyrik (11, 12, 13 Dzulhijjah)? Tidak boleh, karena hari-hari tasyrik adalah hari raya dan haram untuk berpuasa.